Laman

Rabu, 11 Januari 2012

Akhlak Terpuji

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhlak adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang atau individu baik itu akhlak baik maupun akhlak buruk. Akhlak merupakan komponen penting dan berkedudukan tinggi dalam islam karena rasullah menyatakan dalam sebuah hadist : إنما بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَق
“Aku(Rasulullah) diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”
Begitu penting akhlak sehingga rasullah di utus ke dunia untuk menyempurnakan akhlak yang mulia pada kita, akhlak merupakan suatu tingkah laku dalam diri kita baik itu maupun buruk , dengan akhlak seseorang dapat menjadi bahagia dan juga menjadi sengsara, karena ada hadist menyatakan Rasulullah saw bersabda:
حُسْنُ الْخُلُقِ يُثَبِّتُ الْمَوَدَّةَ
“Akhlak yang terpuji dapat melanggengkan kecintaan’
Jelas bilamana kita memiliki akhlak yang terpuji maka kita akan bahagia. Akhlak memiliki kedudukan yang strategis dalam kita bertindak, karena akhlak merupakan yang terpenting dalam jiwa kita.

B. Pembahasan Makalah
Adapun yang kami bahas dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Pengertian Akhlak terpuji
2. Macam-Macam Akhlak Terpuji dan dalilnya


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak
Akhlak ( أَخْلاَقٌ) berasal dari bahasa Arab jama’ dari “ Khuluqun “ ( خُلُقٌ ) yang menurut lughat diartikan adat kebiasaan ( al-adat ), perangai, tabi’at ( al-sajiyyat ), watak ( al-thab ), adab / sopan santun ( al-muru’at ), dan agama ( al-din ) . Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan “ Khalqun “ ( خَلْقٌ ) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan “ Khaliq “ ( خاَلِقٌ ) yang berarti pencipta dan “ makhluq “ ( مَخْلُوْقٌ ) yang berarti yang di ciptakan dan dari sinilah asal mula perumusan ilmu akhlak yang merupakan koleksi ugeran yang memungkinkan timbulnya hubungan yang baik antara Makhluk dengan Khaliq dan antara Makhluk dengan makhluk.
Sedangkan menurut etimologi da beberapa pendapat tentang akhlak :
1. Imam Ghozali
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2. Ibn Miskawaih
Akhlak adalah keadaan dalam jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan tanpa pertimbangan pikiran lebih dulu.
Akhlak dapat didefinisikan sebagai sikap yang tertanam dalam jiwa seseorang yang melahirkan perbuatan-perbuatan tertentu secara spontan dan konstan. Maka apabila dari sikap itu timbul perbuatan yang baik disebutlah ia mempunyai akhlak terpuji (mahmudah) dan apabila dari sikap itu timbul perbuatan buruk disebutlah ia mempunyai akhlak tercela (madzmumah). Dalam pandangan ulama klasik terutama Al-Ghazali membagi dua kategori akhlak yang telah disebut di atas dikarenakan mereka memahami akhlak sama dengan perbuatan atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan orang. Kalau kita memahami akhlak sebagai usaha mengalahkan hasrat jahat/ hawa nafsu/ egoisme dalam diri, maka hasilnya itu disebut akhlak. Perbuatan yang bermuatan hawa nafsu/ egoisme bukan kategori akhlak tapi masuk dalam perbuatan mafsadat (merusak). Dalam makalah ini hanya akan dibahas macam-macam akhlak terpuji beserta dalil-dalilnya.
B. Akhlak Terpuji (Mahmudah) dan Dalilnya
Menurut Al Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji artinya “menghilangkan senua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agam Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukannya dan mencintainya ”
Menurut Hamka, ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk berbuat baik, diantaranya:
1. Bujukan atau ancaman dari manusia lain.
2. Kebaikan dirinya (dorongan hati nurani).
3. Mengharap pujian, atau karena takut mendapat cela.
4. Mengharapkan pahala dan surga.
5. Mengharapkan pujian dan takut azab Tuhan.
6. Mengharap keridhaan Allah semata.
Adapun macam-macam akhlak terpuji yang harus diisi dalam jiwa manusia antara lain :
1) Syukur
Syukur secara bahasa ialah senang hatinya sedang menurut istilah adalah mengetahui nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah yakni nikmat iman dan taat yang maha luhur memuji Allah, Tuhan yang sebenarnya yang memberikan sandang dan pangan kemudian nikmat yang diberikan oleh Allah itu digunakan untuk berbakti kepadanya sekurang-kurangnya memenuhi kewajiban dan meninggalkan maksiat secara lahir dan batin sebatas kemampuan.
Inti syukur dari definisi di atas adalah mengetahui dan menghayati kenikmatan yang diberikan oleh Allah Yang Maha Luhur. Oleh karena itu manusia wajib menghayati dan mensyukuri nikmat Allah, karena Allah akan memberikan tambahan nikmat bagi orang-orang yang mau mensyukuri nikmat Allah, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 7 :


“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memberitahukan : sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesunnguhnya siksaKu sangat pedih“.
Syukurnya seorang hamba berkisar atas tiga hal (dimensi), yang apabila ketiganya tidak berkumpul, maka tidaklah dinamakan bersyukur, yaitu :
 Mengakui nikmat dalam batin
 Membicarakannya secara lahir, misalnya mengucaplan pujian kepada Allah dengan ucapan al-hamdulilah
 Menjadikannya sebagai sarana untuk taat kepada Allah, kenikmatan yang telah diberikan dipergunakan untuk berbakti (beribadah) kepada Allah
Contoh dari penerapan ketiga dimensi syukur ini adalah ketika seorang Muslim bersyukur kepada Allah atas kekayaan harta benda yang didapatnya maka yang pertama sekali harus dilakukannya adalah mengetahui dan mengakui bahwa semua kekayaan yang didapatnya itu adalah karunia dari Allah. Usaha yang ia lakukan hanyalah sebab atau ikhtiar semata. Setelah itu baru ia mengungkapkan syukurnya dalam bentuk puji-pujian seperti al-hamdulillah,as-Syukru lillah,dsb. Kemudian dia buktikan rasa syukurnya itu dengan amal perbuatan yang nyata yaitu memanfaatkan harta kekayaan itu pada jalan yang diridhai Allah, baik untuk keperluannya sendiri maupun untuk keperluan keluarga, umat atau untuk fisabilillah lainnya.
Jadi syukur berkaitan dengan hati (qalb), lisan dan anggota badan. Fungsi hati untuk ma’rifah dan mahabbah , lisan untuk memuja dan menyebut nama Allah, dan anggota badan untuk menggunakan nikmat yang diterima sebagai sarana untuk menjalankan ketaatan kepada Allah dan menahan diri dari maksiat kepada-Nya.
Syukur berbeda dengan al-hamdu (pujian), karena syukur selalu sebagai respon terhadap nikmat atau pemberian yang diterima. Sedangkan al-hamdu menyangkut pujian kepada seseorang tanpa suatu keharusan si pemuji mendapatkan nikmat atau pemberian dari yang dipuji. Di samping itu syukur diungkapkan dengan melibatkan tiga aspek sekaligus, yaitu hati, lisan, dan anggota badan. Sedangkan al-hamdu (pujian) cukup dengan lisan.
Allah SWT memerintahkan kepada kaum muslimin untukbersyukur kepadaNya, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an :


“Karena itu ingatlah kamu kepadaKu niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku” (QS.Al-Baqarah:152).
Bersyukur kepada Allah bukanlah untuk Allah itu sendiri, karena Allah ghaniyun ‘anil ‘alamin (tidak memerlukan apa-apa dari alam semesta), tapi justru untuk kepentingan manusia itu sendiri. Allah berfirman :


“Dan barangssiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri sendiri, dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”(QS. Luqman:12)
2) Tawakkal
Tawakkal ialah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepadaNya. Seorang muslim hanya boleh bertawakkal kepada Allah semata, tiadak boleh berserah diri kepada selain Allah, karena dengan berserah diri kepada Allah ia akan mendapat petunjuk jalan yang lurus. Jika manusia berserah diri kepada selain Allah, maka ia akan menjadi sesat dan akan menambah dosa yang lebih berat. Allah SWT berfirman dalam QS. Hud:123 yang artinya “Dan kepunyaan Allah lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepadaNya lah dikembalikan urusanurusan semuanya, maka sembuhlah Dia, dan bertawakkallah kepadanya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”
Tawakkal adalah salah satu buah keimanan. Oleh sebab itu Islam menetapkan bahwa iman harus diikuti oleh sikap tawakkal. Allah berfirman:

“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar orang yang benar-benar beriman”.(QS.Al-Maidah:23)
Tawakkal bukan hanya pasrah menunggu ketentuan Allah tanpa melakukan ikhtiar serta meninggalkan usaha mencari rizki yang secara total. Tetapi, tawakkal harus diawali dengan kerja keras dan usaha maksiml ( ikhtiar ). Suatu tindakan tidak akan dinamakan tawakkal kalau hanya menunggu nasib sambil berpangku tangan dan bermalas-malasan tanpa melakukan apa-apa. Sikap pasrah seperti itu adalah salah satu bentuk kesalah pahaman terhadap hakikat tawakkal. Oleh karena itu, seseorang yang tertimpa musibah sakit, misalnya, maka ia tidak berdiam diri hanya menunggu ketentuan Allah, melainkan harus berusaha mencari obat terlebih dulu, baru kemudian menyerahkan sepenuhnya pada ketentuan Allah.
>>Suatu tindakan didunia tidak lepas akan pernah terlepas dari sifat kausalitas, atau tentang hukum sebab-akibat, akan tetapi sekalipun kita disuruh untuk berikhtiar sebelum bertawakkal, disuruh mengikuti hukum sebab akibat, tetapi kita tidak boleh bertawakkal hanya kepada ikhtiar. Sebab akibat memang sunnatullah. Belajar adalah sebab untuk mendapatkan ilmu. Berobat adalah sebab untuk sehat, tetapi bukanlah sebab semata-mata yang menimbulkan akibat. Kadanng adakalanya ada sebab tetapi tidak ada akibat. Sseperti dua orang pasien di rumah sakit; penyakitnya sama, dokter nya sama obatnya sama, tapi yang satu meninggal dan yang satu hidup. Walaupun demikian sekalipun bukan sebab saja yang menimbulkan akibat, tetapi sebab tidak boleh pula dilupakan.<<
Sikap tawakkal sangat bermaanfaat sekali untuk mendapatkan ketenangan batin. Segala situasi dihadapi dengan tenang. Bila gagal bersabar, bila berhasil bersyukur. Sedangkan orang yang tidak memiliki konsep tawakkal dalam hidupnya, kegagalan bisa membuatnya stress dan putus asa sementara keberhasilan juga bisa membuatnya sombong dan lupa diri. Disamping itu sikap tawakkaljuga memberikan kepercayaan diri pada seseorang untuk meghadapi masa depan. Dia akan menghadapi masa depan dengan segalakemungkinnnya tanpa rasa takut dan cemas . yang penting berusaha sekuat tenaga, hasilnya Allah yang menentukan. Dan yang lebih penting lagi orang bertawakkal akan dilindungi oleh Allah. Dalam al-Qur’an disebutkan:

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”(QS.At-Thalaq:3)
3) Ikhlas
Secara etimologis ikhlas berasal dari kata khalasa dengan arti bersih, jernih, murni, tidak bercampur. Setelah dibentuk menjadi ikhlas (mashdar dari fi’il muta’addi khallasha) berarti membersihkan atau memurnikan. Secara terminologi yang dimaksud dengan ikhlas adalah beramal semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Ikhlas lebih populer dikenal dengan berbuat tanpa pamrih, hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Allah berfirman:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama dengan lurus”(QS.Al-Bayyinah:5)


“Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS.Al-An’am:162)
Unsur keikhlasan :
Niat yang ikhlas
Beramal dengan sebaik-baiknya
Pemanfaatan hasil usaha dengan tepat
Penggolongan sifat ikhlas
Ikhlas awwam
Ikhlas khawwash
Ikhlas khawwasa al-khawwash
4) Taubat
5) Sabar

BAB III
PENUTUP

Ulumul Hadits

1. Pengertian Ulumul Hadis dan Sejarah Perkembanganya
Istilah ulumul hadis bersal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata, yaitu uluim dan hadis. Kata Ulum merupakan bentuk jamak dari kata ‘ilm yaitu berarti sesuatu tentang akal. Sedangkan istilah hadis dapat bermacam arti tergantung perspektif ahli yang memberikan maknanya. Ulama hadis mendefinisikan hadis sebagai saesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW baik dari sisi segi perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat diri atau sifat pribadi.
Dengan demikian, istilah Ulumul Hadis adalah ilmu yang berkaitan dengan masalah hadis dengan berbagai aspeknya. Pengertian ini didasarkan atas banyaknya ragam dan macam keilmuan yang bersangkut paut dengan hadis. Dari sinilah, mutaqaddimin merumuskan ilmu hadis dengan ilmu pengetahuan yang memberikan cara-cara tentang persambungan hadis sampai kepada Rosulullah dari segi ihwal periwayatnya yang menyangkut ke-adil-an dan ke-dabit-an dan dari sisi bersambung atau terputusnyasanad dan sebagainya.
Secara global ruang llingkup Ulumul-Hadis menyangkut dua bagian, ilmu hadis riwayat dan ilmu hadis dirayat.
 Ilmu hadis riwayat adalah ilmu yang menukilkan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw baik berupa perkataan, perrbuatan, dan taqrir.Tujuan pembahasan ilmu hadis riwayat untuk mempelajari hadis hadis dari sisi hubungannya dengan pribadi Nabi SAW.
 Sedangkan ilmu hadis dirayat adalah ilmu dalam arti khusus yaitu skumpulan darikaidah-kaidah dan masalah-masalah yang didalamnya dapat diketahui keadaan riwayat dan periwayat.
Bertolak dari definisi ilmu dirayat diatas, maka obyeknkajianbilmu hadis tersebut adalah sanad, rawi ,dan matan hadis.Adapun tujuan dari mempelajari ilmu g=hadis dirayat adalah untuk mengetahui dan menetapkan diterima atau ditolak suatu hadis. Kajian tersebut semakin penting karena di dalamnya merupakan kajian historis analisis atas segala perbuatanm fdan perkataan Nabi saw serta ketetapanya.
Secara lengkap perkembangan kajian ilmu hadis dapat dilihat dari uraian di bawah ini.
1. Tahap kelahiran Ulumul Hadis yang terjadi pada masa sahabat sampai penghujung abad pertama hijriah. Kehati-hatian sahabat dalam meriwayatkan hadis dan penerusnya dalam mengatasi pemalsuan hadis dengan berbagai buktitertulis hadis Nabi saw
2. Tahap penyempurnaan. Cabang-cabang keilmuan di sdalam ulum al-hadits telah berdiri sendiri. Tahap ini dimulai awal abad kedua sampai awal abad ketiga hijrah. Alzuhri disebut sebagai peletak ulum al-hadits.
3. Tahap pembukuan. Ulum al-hadits secara terpisahkan berlangsung abad ketiga sampai pertengahan abad 4 hijrah. Masa ini merupakan masa keemasan sebab sunah dan ilmu-ilmunya sudah dibukukan
4. Tahapn penyusunan. Taghap penyusunan kitab-kitab induk ulum al-hadits dan penyebarannya berlangsung sekitar abad ke empat sampai abad ketujuh hijriah.
5. Ahap pematangan dan kesempurnaan. Berlanmgsung sekitar abad ketujuh sampai abad kesepuluh. Pelopornya adalah ibnu salah, keistimewaannya:
• Komoprehensif
• Adanya pemberian definisi
• Penarikan kesimpuilan dan pemberian komentar terhadap berbagai pendapat.
6. Masa kebekuan dan kejunudan. Berlangsung sekitar abad kesepuluh sampai awal abad keempatbelas hijriah. Ijtihad dalam masalah ilmu hadits dan penyusunan kitabnya nyaris berhenti total.
7. Tahap kebangkitan kedua. (awal abad ke14 hijriah)
a) Qawaid Al Tahdits karya jamaludddin al Qassimi
b) Tarikh Al funun fi al-Hadits,karya abd al-Aziz al-Khuli
c) Al-sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ al-islami karya Mustafa al-Siba’i
d) Al-hadits wa al-muhaddisun karya Muhammad Abu Zahwu
e) Al-manhaj al-hadits fi ‘Ulum alhadits karya Muhammad al-simahi.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dikatakan bahwa nama-nama yang disandarkan atas ilmu hadits dapat bermacam-macam. Nama yang populer dalam pembahasan ilmu haditys yaitu ulum al-hadits dan ilmu dirayat. Disamping kedua nama tersebut dikalangan ahli hadits tedapat nama lain yang berkaitan dengan ilmu hadits yaitu ‘ilm Usul al-hadits, ‘Ilm Mustalah al-Hadis, ‘Ilmu Mustalah Alh al-Asar dan tahrir al-Jazari menyebutnya dengan Mustalah Ahl Asar.
Untuk mengetahui latar belakang suatu hadis di turunkan maka diperlukan ilmu asbabul wurud. Ilmu ini sangat berperan dalam memahami makna teks suatu hadis. Hadis dapat dimaknai dengan baik misalnya dengan cara konstektual atau sebaliknya dengan tekstual. Kenyataan ini akan memudahkan bagi manusia untuk menyelam dan merekonstruksi kejadian-kejadian masa lampau dan menerapkanya pada masa yang akan datang.
2. Cabang-cabang Pokok Dari ilmu hadis
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari ilmu hadis dirayah dan riwayah:
a. Ilmu Rijal al-Hadits adalah ilmu yang mempelajari sejarah dan keadaan perawi hadits.
b. Ilmu Jarh wa at-Ta’adil adalah ilmu yang mempelajari tentang cacat dan keadilan para perawi.
c. Ilmu Fann al-Mubhannat adalah ilmu yang mempelajari tentang orang yang tidak disebut namanya baik dalam sanad maupun matan.
d. Ilmu ‘ilal al-Hadits adalah ilmu yang mempelajari cacat yang tersembunyi dalam hadits.
e. Ilmu Gharib al-Hadits adalah ilmu yang mempelajari kata-kata asin yang terdapat dalam sebuah hadits.
f. Ilmu Nasikh al Mansukh adalah ilmu yang mempelajari hadits yang menghapus dan hadits yang dihapus.
g. Ilmu Talfiq al-Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang cara mengkompromikan dua hadits yang bertentangan.
h. Ilmu Tashif wat-Tahrif adalah ilmu yang mempelajari perubahan yang terjadi pada kata yang ada dalam hadits yang sudah dirubah titik maupun bentuk (huruf)nya.
i. Ilmu Asbabi Wurud al-Hadits adalah ilmu yang mempelajari tentang sebab-sebab atau latar belakang yang menyebabkan munculnya sebuah hadits.
j. Ilmu Musthalah al-Hadits adalah ilmu yang mempelajari istilah-istilah yang digunakan dalam ilmu hadits.
3. Urgensi Ulumul Hadis
Salah satu kelebihan Islam dari agama yang lain adalah ilmu hadits. Dalam ilmu hadits otentikasi kabar sangat diperhatikan. Tidak sembarang mendengar lalu disampaikan dan disebut sebagai perkataan Rasulullah. Setiap hadits melewati proses-proses ilmiah dan kajian teliti oleh para ahli hadits sehingga bisa diambil kesimpulan hadist tersebut bisa diterima atau tidak. Maka orang-orang yang meremehkan hadits atau tidak mau menerima hadits, atau tidak peduli tentang shahih atau dhaif-nya, maka orang ini telah menghina usaha para ahli hadits yang mencurahkan hidup mereka untuk meneliti hadits.
Kenapa disebut sebagai kelebihan ummat Islam? Karena keilmiahan dalam beragama seperti ini tidak ditemukan dalam agama lain. Misalnya jika ditanyakan apa dasarnya ummat Kristen beribadah dengan bernyanyi-nyanyi digereja? Apakah Nabi Isa ‘alaihissalam mengajarkannya? Apakah bisa diteliti secara ilmiah bahwa beliau mengajarkannya? Mereka akan menjawab “tidak”. Juga bentuk-bentuk ibadah mereka yang lain. Maka perhatikan, seorang muslim yang membuat perkara baru dalam agama tidak ubahnya seperti perilaku orang-orang non-muslim yang beragama tanpa dasar.
Dan di zaman ini kita melihat waqi’ (kenyataan) yang memprihatinkan. Dimana semakin sedikit ummat muslim yang mau mempelajari hadits. Membacanya, menghafalnya, membaca kitab-kitab para ulama hadits, bahkan ummat muslim sekarang sudah alergi menuliskan hadits. Ana menemukan beberapa website yang mengaku Islami namun mereka terkesan tidak mau banyak-banyak menuliskan hadits dengan alasan nanti kurang gaul, nanti orang awam malas membaca, nanti begini dan begitu. Malah mereka mengisi websitenya, berbicara tentang agama dengan dasar perkataan orang-orang filsafat atau hasil buah pikirnya sendiri. Wal’iyyadzubillah. Sampai-sampai Imam Syafi’i menganggap tercela orang-orang yang ‘alergi’ dengan hadits. Imam Asy-Syafii berkata, Demi umurku, soal ilmu hadis ini termasuk tiang agama yang paling kukuh dan keyakinan yang paling teguh. Tidak digemari untuk menyiarkannya selain oleh orang-orang yang jujur lagi takwa, dan tidak dibenci untuk menyiarkannya selain oleh orang-orang munafik lagi celaka. (LihatIkhtisar Mushthalahul Hadits)
Sudah dikabarkan oleh Rasulullah akan ada orang-orang yang berbicara tentang agamanya tanpa ilmu (Qur’an dan Sunnah): Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dengan mencabutnya dari setiap hamba namun Allah mencabutnya dengan mematikan orang-orang alim. Sehingga di saat Allah tidak menyisakan seorangpun dari mereka, manusia mengangkat orang-orang jahil sebagai pemimpin mereka. Mereka ditanya merekapun berfatwa tanpa dasar ilmu sehingga sesat dan menyesatkan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan bila kita lihat waqi’ yang lain, sebagian besar penyimpangan-penyimpangan dalam agama dikarenakan mereka tidak mau mempelajari hadits atau tidak mau menerima hadits. Misalnya hadits tentang bid’ah, banyak diantara kaum muslimin, juru da’wah, pondok-pondok pesantren tidak mau mengajarkan hadits ini. Padahal hadist ini sangat masyhur (terkenal) dikalangan para ulama dan menghasilkan banyak kaidah-kaidah fiqhiyyah ushuliyyah (kaidah-kaidah dasar fiqih). Namun mereka tidak mau berlapang dada menerimanya dan tidak mau mengajarkannya dengan berbagai alasan, misalnya mereka beralasan bila hadits ini diajarkan akan memecah-belah ummat. Subhanallah! Hadits Rasulullah dikatakan dapat memecah-belah ummat, Padahal Rasulullah bersabda: Barang siapa yang berumur panjang setelah aku wafat, niscaya ia akan menemui banyak perselisihan. Maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah kholifah-kholifah yang telah mendapat petunjuk lagi cerdik. Berpegang eratlah kalian dengannya, dan gigitlah dengan geraham kalianâ. (Riwayat Ahmad 4/126, Abu Dawud, 4/200, hadits no: 4607, At Tirmizy 5/44, hadits no: 2676, Ibnu Majah 1/15, hadits no:42, Al Hakim 1/37, hadits no: 4, dll.)
Sunnah Rasulullah tidaklah memecah-belah ummat, namun sebaliknya mempersatukan ummat! Karena konsep persatuan Islam bukanlah bersatunya badan, kumpul-kumpul, senyum-senyum, sedangkan dihati mereka memiliki keyakinan berbeda-beda. Yang satu, aqidahnya benar, yang lain suka pakai jimat, yang lain tidak mengakui sifat ALLOH, yang lain suka shalat di kuburan, trus kumpul disatu majlis atau perkumpulan, inikah persatuan. Demi ALLOH bukan seperti ini. Bahkan inilah model persatuan ala Yahudi: “Permusuhan di antara mereka (Yahudi) sendiri sangat tajam. Kamu mengira mereka itu bersatu, tapi hati mereka terpecah-pecah. Itulah karena mereka kaum yang tidak mau berpikir. (Al-Hasyr: 14)
Karena persatuan Islam yang benar adalah berpegang teguhnya setiap muslim pada Qur’an dan Sunnah Nabi, sampai-sampai Ibnu Mas’ud radhiyallaahuanhu berkata: Al Jamaah(persatuan) itu ialah setiap yang sesuai dengan al-haqq (Qur’an dan Sunnah) walau engkau seorang diri.
Agama ini memiliki 2 sumber hukum, Qur’an dan hadits. Dan hampir semua bagian dari agama ini rinci-rinciannya dijelaskan dalam hadits. Jika kita enggan mempelajari hadits bagaimana mungkin kita bisa bergama dengan benar? Apakah kita beragama dengan bermodal pengetahuan umum saja? Shalat asal shalat, puasa asal puasa. Dan tahukah antum berapa jumlah hadits? Banyak, ribuan, atau mungkin jutaan. Bahkan jika seseorang meluangkan hidupnya HANYA untuk belajar hadits tidak akan bisa mempelajari semuanya. Dan demikianlah kehidupan orang-orang shalih terdahulu (para sahabat, tabi’in dan yang mengikuti mereka). Mereka menghabiskan waktu mereka belajar dien, mencari hadits ke berbagai penjuru dunia, tidak berhenti hingga ajal mereka tiba.
Maka ana menasehatkan kepada saudaraku seiman, agar bertaqwa kepada ALLOH dan bersemangat dalam mempelajari ilmu dien. Cukuplah kita renungkan perkataan Sufyan Ats Tsauri , Saya tidak mengenal ilmu yang lebih utama bagi orang yang berhasrat menundukkan wajahnya di hadapan Allah selain daripada ilmu hadis. Orang-orang sangat memerlukan ilmu ini, sampai kepada soal-soal kecil sekalipun, seperti makan dan minum, memerlukan petunjuk dari al-hadits. Mempelajari ilmu hadis lebih utama daripada menjalankan salat dan puasa sunah, kerana mempelajari ilmu ini adalah fardu kifayah, sedangkan solat sunah dan puasa sunah hukumnya sunnah.
4. Unsur-unsur hadits
Dalam hadits Nabi Muhammad saw. di dalamnya terdapat beberapa unsur, yaitu, sanad, periwayat dan matannya. Ketiga unsur tersebut harus ada dalam sebuah hadits. Adapun penjelasan tentang hal tersebut adalah sebaai berikut:
• Sanad secara bahasa dapat diartikan dengan sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran, sedangkan menurut istilah sebagaimana diungkap oleh Al-Badr ibn Al-Jama’ah dan Al-Tibby, keduanya menyatakan bahwa sanad adalah pemberitaan tentang munculnya suatu matan hadits. sedangkan ulama lain memberikan pengertian yaitu silsilah atau rentetan para periwayat yang menukilkan hadits dari sumbernya yang pertama. Dengan denikian dapat dikatakan sanad adalah jalan yang menghubungkan matan hadits kepada Nabi Muhammad saw.
• Periwayat (rawi) hadits adalh orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam dalam suatu kitab apa yang pernah diterimanya dari seorang gurunya. Periwayat hadits dapat disebut juga dengan orang yang memberitakan suatu hadits atau meriwayatkannya.
• Unsur ketiga hadits adalah matan. Matan menurut bahasa adalah punggung jalan, tanah yang keras dan tnggi. Sedangkan dalam istilah hadits matan adalah sabda nabi yang disebut setelah sanad atau penghubung sanad atau materi hadits atau dapat dsebut dengan teks hadits.

Akhlak Terhadap Sesama

Akhlak Terhadap Orang Lain

Di kehidupan bermasyarakat, kita tidak akan pernah lepas dari kegiatan bertamu dan menerima tamu dari berbagai kebutuhan hingga mempererat tali silaturahim umat muslim. Supaya kegiatan kunjung mengunjungi tersebut tetap berdampak positif bagi kedua belah pihak, maka Islam memberikan tuntunan bagaimana sebaiknya kegiatan bertamu dan menerima tamu tersebut dilakukan.
1. Bertamu dan Menerima Tamu
a) Bertamu
Bertamu terlebih dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah. Meminta izin bisa dengan kata-kata, dan bisa pula dengan ketukan pintu atau menekan tombol bel (jika ada). Meminta izin maksimal dilakukan tiga kali. Apabila tidak ada jawaban, seyogyanya yang akan bertamu segera pulang. Jangan memasuki rumah orang lain tanpa izin, karena disamping tidak menyenangkan dan mengganggu tuan rumah, juga dapat berakibat negatif kepada tamu itu sendiri. Setiap orang diberi hak privasi di rumahnya masing-masing. Tuan rumah, sekalipun dianjurkan untuk menerima dan memuliakan tamu, tapi tetap punya hak untuk menolak kedatangan tamu kalau memang dia tidak dalam suasana siap dikunjungi.
Di samping meminta izin dan mengucapkan salam, hal lain yang perlu diperhatikan oleh setiap orang yang bertamu adalah sebagai berikut :
1). Jangan bertamu sembarangan waktu. Bertamulah pada saat yang tepat, saat tuan rumah sekiranya tidak terganggu.
2). Setelah urusan selesai, segera pulang dan jangan merepotkan tuan rumah.
3). Jangan melakukan kegiatan yang menyebabkan tuan rumah terganggu.
4). Jika disuguhi minuman / makanan, hormatilah jamuan itu.
5). Hendaknya pamit sebelum pulang.
b). Menerima Tamu
Islam menganjurkan untuk menerima dan memuliakan tamu tanpa membeda-bedakan status sosialnya. Memuliakan tamu dilakukan dengan menyambut kedatangannya dengan hangat dan mempersilahkan duduk di tempat yang baik. Kalau tamu datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib menerima dan menjamunya maksimal tiga malam. Lebih dari itu terserah kepada tuan rumah.
2. Hubungan Baik dengan Tetangga
Tetangga adalah orang yang paling dekat dengan anggota keluarga sendiri. Merekalah yang pertama kali mengulurkan bantuan jika kita membutuhkannya. Begitu pentingnya peran tetangga sampai-sampai Rasulullah saw menganjurkan kepada siapa saja yang akan membeli tanah untuk dibangun rumah, hendaklah mempertimbangkan siapa yang akan menjadi tetangganya. Buruk baiknya sikap tetangga kepada kita tentu tergantung juga bagaimana kita bersikap kepada mereka. Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik kepada tetangga, baik tetangga dekat maupun jauh. Dekat atau jauh dapat berarti dekat dari segi tempat, hubungan kekeluargaan, dan agama. Dengan varian agama dan hubungan kekeluargaan, tetangga dapat dibagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu :
a). Tetangga yang mempunyai 1 hak, yaitu hak sebagai tetangga.
b). Tetangga yang mempunyai 2 hak, yaitu hak tetangga dan hak agama.
c). Tetangga yang mempunyai 3 hak, yaitu hak tetangga, seagama, dan family (keluarga)
Tetangga yang mempunyai hak lebih banyak, lebih berhak mendapatkan kebaikan dari kita, dalam artian lebih diutamakan.
Berkali-kali malaikat Jibril memesankan kepada nabi Muhammad saw untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai-sampai beliau mengira tetangga akan mendapatkan warisan. Sikap hidup bertetangga mempunyai hubungan yang signifikan dengan kualitas iman seseorang. Semakin kuat iman seseorang, semakin baik dia dengan tetangganya, begitu sebaliknya. Minimal hubungan baik dengan tetangga diwujudkan dalam bentuk tidak mengganggu atau menyusahkan mereka. Saling bertegur sapa dan saling memberi pertolongan. Jangan sampai kita tidur nyenyak sedangkan tetangga menagis kelaparan.
3. Hubungan Baik Dengan Masyarakat
Seorang muslim harus dapat berhubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas, baik di lingkungan pendidikan, kerja, sosial dan lingkungan lainnya. Baik dengan orang-orang yang seagama, maupun dengan pemeluk agama lainnya. Kalaupun ada perbedaan, hanya sebatas dalam beberapa hal yang bersifat ritual keagamaan. Hidup bermasyarakat sudah merupakan fitrah manusia. Manusia secara fitri adalah makhluk sosial dan hidup bermasyarakat. Untuk terciptanya hubungan baik sesama muslim dalam masyarakat, setiap orang harus mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing sebagai anggota masyarakat. Rasulullah saw menyebutkan ada lima kewajiban seorang Muslim atas Muslim lainnya, diantaranya yaitu :
a). Menjawab Salam
Mengucap salam hukumnya sunnah dan menjawab salam hukumnya wajib. Salam harus dijawab minimal dengan salam yang seimbang, dan lebih baik lagi dijawab lebih lengkap.
b). Mengunjungi Orang Sakit
Menurut Rasulullah saw, orang-orang yang beriman itu ibarat satu batang tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh sakit, yang lain ikut prihatin. Salah satu caranya yaitu mengunjungi saudara seagama yang sakit dan mendoakannya.
c). Mengiringkan Jenazah
Mengurus jenazah adalah wajib kifayah, yaitu apabila tidak ada seorangpun yang mengurus jenazah maka berdosalah semua masyarakat itu. Masyarakat wajib memandikan, mengafani, menshalatkan dan menguburkannya.
d). Mengabulkan Undangan
Undang-mengundang sudah menjadi tradisi dalam pergaulan masyarakat. Yang mengundang akan kecewa bila undangannya tidak dikabulkan, dan akan lebih kecewa lagi bila yang diundang berhalangan hadir tetapi tidak memberi kabar.
e). Menyahuti Orang Bersin
Orang yang bersin disunatkan untuk membaca Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah SWT karena biasanya bersin pertanda badan ringan dari penyakit. Bagi yang mendengar orang bersin mengucapkan Alhamdulillah, diwajibkan menyahutinya dengan membaca yarhamukallah (mendo’akan semoga Allah SWT mengasihinya). Orang yang tadi bersin menjawab pula, yahdikumullah wa yushlih balakum (semoga Allah SWT menunjuki dan memperbaiki keadaanmu). Namun ketika yang bersin tidak mengucapkan Alhamdulillah, maka kita tidak boleh menyahutinya.
Islam tidak hanya menyuruh kita membina hubungan baik dengan sesama muslim saja, tetapi juga dengan non muslim. Dalam berhubungan dengan masyarakat non muslim, Islam mengajarkan kepada kita untuk toleransi yaitu menghormati keyakinan umat lain tanpa berusaha memaksakan keyakinan kita kepada mereka.
Demikianlah, mudah-mudahan kita dapat menjadi anggota masyarakat yang selalu berbuat baik kepada anggota masyarakat lainnya.